Kelelawar
dari jenis (species) berbeda dapat memanfaatkan gua yang sama sebagai sarang.
Hal ini dibuktikan oleh: penelitian Dunn (1978) yang mendapatkan jenis Hipposideros armiger, H. cineraceus, Rhinolophus affinis dan R. malayanus di Gua Anak Takun Malaysia; penelitian Zukal et al. (2005) yang mendapatkan jenis Myotis myotis dan Rhinolophus hipposideros di
Gua Katerinska Czechoslovakia; dan penelitian Apriandi et al. (2008) yang mendapatkan jenis Miniopterus australis, Myotis adversus dan Rhinolophus affinis di Gua
Gudawang Bogor. Menurut Kunz (1982) dan Willis & Brigmann (2004) sarang
yang dipilih kelelawar memiliki akses yang mudah pada sumber pakan. Oleh karena
itu, apabila jenis-jenis kelelawar yang bersarang dalam satu gua tersebut
bergantung pada sumber pakan yang sama, akan terjadi kompetisi, terutama bila
ketersediaan sumber pakan terbatas. Sebaliknya, bila sumber pakan berbeda,
kompetisi tidak terjadi.
Penggunaan
relung yang sama (niche overlap) menyebabkan interaksi kompetitif, yaitu tiap populasi yang
berkompetisi memberikan pengaruh yang merugikan bagi pesaingnya (kompetitor) (Cox 2002). Menurut Reynold & Ludwig (1984) nilai
niche overlap berkisar antara nol (0) sampai dengan satu (1). Apabila nilai niche overlap pakan
mendekati satu berarti kedua jenis hewan tersebut memiliki pakan yang sama dan
berpotensi untuk berkompetisi.
Kelelawar
anggota subordo Megachiroptera adalah pemakan buah (frugivora)
ataupun serbuk sari (polinator), sedangkan anggota subordo Microchiroptera kebanyakan
pemakan serangga (insektivora) (M’Boy 2014). Menurut Altringham (1996), berdasarkan
strategi pencarian makannya, kelelawar dibedakan menjadi tipe spesialis (selektif) dan opportunis (generalis).
Kelelawar tipe spesialis hanya memakan jenis tertentu. Tipe ini bisa menghabiskan
banyak waktu dan energi dalam pencarian makan, tetapi makanan yang didapatkan
memiliki profit (nilai gizi) tinggi. Tipe opportunis
menghabiskan lebih sedikit waktu dan energi dalam pencarian
makannya, tetapi makanan yang didapatkan mungkin lebih sedikit nilai gizinya
dibandingkan kelelawar tipe spesialis.
Beberapa Megachiroptera, misalnya Rousettus amplexicaudatus (Pteropodidae:
Makrochiroptera) adalah pemakan buah tipe oportunis, sedangkan Macroglosus sabrinus
(Pteropodidae: Makrochiroptera) adalah tipe spesialis. Menurut Nowak (1994)
R. amplexicaudatus memakan jambu biji (Psidium guajava), pisang (Musa
paradisiaca); sawo (Manilkara kauki), dan buah masak lainnya.
Sedangkan Macroglosus sabrinus terspesialisasi untuk memakan nectar
bunga durian (Durio zibethinus) dan bunga petai (Parkis speciosa)
(Nowak 1994). Microchiroptera adalah pemakan serangga dengan tipe spesialis
ataupun oportunis. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian Razakarivony et al. (2005) yang meneliti
makanan kelelawar jenis Myzopoda aurita (Myzopodidae: Microchiroptera)
di Madagaskar. Pada saat ngengat (Lepidoptera) melimpah, presentase ngengat
dalam feses juga meningkat. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kelelawar
ini memanfaatkan kesempatan (oportunis) dalam memilih jenis makanannya.