Saturday, June 21, 2014

Adaptasi Struktural dan Fisiologi Pernapasan pada Kelelawar Gua

Kondisi ruang gua yang sempit, sirkulasi udara terbatas, dan banyak dihuni kelelawar menyebabkan udara dalam gua menjadi rendah oksigen (hypoxia), tinggi karbon dioksida (hypercapnic), dan tinggi gas amonia (Baudinette et al. 1994). Keadaan ini kurang menguntungkan bagi hewan gua karena: 1) kurangnya oksigen dapat menyebabkan respirasi terhambat (Guyton 1995); 2) tingginya karbon dioksida dapat menyebabkan afinitas hemoglobin pada oksigen menurun (Guyton 1995); dan 3) tingginya konsentrasi gas amonia (NH3) dapat menyebabkan gangguan metabolisme, iritasi epitel organ pernapasan serta gangguan fisiologi saraf (Hutabarat et al. 2000). Oleh karena itu, agar dapat bertahan hidup dalam gua, kelelawar harus beradaptasi pada keadaan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Alikodra (2010) bahwa untuk bertahan hidup dan berkembang dalam suatu habitat, hewan harus mengembangkan strategi, diantaranya strategi adaptasi pada habitat.

Hasil penelitian Baudinette et al. (1994) di Afrika Selatan membuktikan bahwa kelelawar Miniopterus schreibersii (Vespertilionidae: Microchiroptera) dapat hidup pada gua dengan kondisi udara rendah oksigen (hypoxic) dan tinggi karbon dioksida (hypercapnic). Jumlah populasi kelelawar yang besar pada gua tersebut menyebabkan oksigen yang digunakan untuk respirasi lebih besar dibandingkan oksigen yang masuk ke dalam gua. Sebaliknya karbon diokasida yang dihasilkan dari proses respirasi menambah jumlah karbon dioksida yang terperangkap di dalam gua (Baudinette et al. 1994).

Suyanto (2001) menjelaskan bahwa kelelawar juga dapat bertahan hidup pada gua dengan kandungan amonia tinggi. Penelitian Sridhar et al. (2006) mendapatkan urin dan feses (guano) kelelawar Hipposideros speoris (Hipposideridae: Microchiroptera) tersusun atas 5.7 ± 1.5% nitrogen (N) berbentuk amonia (NH3). Amonia tersebut merupakan hasil katabolisme protein. Amonia dalam guano dapat menguap menjadi gas bercampur dengan komponen udara lainnya. Hal ini menyebabkan kandungan amonia udara meningkat tajam (Shidar et al. 2006). Hutabarat (2000) melakukan penelitian pada karyawan pabrik lateks yang terkena paparan amonia sebesar 500 ppm sampai 600 ppm selama 60 hari. Hasil penelitian menunjukkan karyawan yang terkena paparan amonia mengalami gejala sebagai berikut: tenggorokan kering (80%); jalan pernapasan kering (73.3%); mata perih (66.67%); batuk (53.3%); dan pingsan (6.67%). Kelelawar gua dapat bertahan pada kandungan amonia udara mencapai 5000 ppm, sedangkan manusia hanya mampu bertahan pada kandungan amonia udara maksimum sebesar 100 ppm (Suyanto 2001).

Penelitian tentang strategi adaptasi kelelawar yang bersarang di gua dengan kondisi dingin dan lembap pernah dilakukan oleh Baudinette et al. (2000) di Australia. Hasil penelitian menunjukkan laju respirasi kelelawar Macroderma gigas (Megadermatidae: Microchiroptera) dan Rhinonycteris aurantias (Hipposideridae: Microchiroptera) menyesuaikan dengan suhu dan kelembapan udara dalam gua. Pada saat kondisi udara kering dan dingin (kelembapan <60% dan suhu <5.6oC) laju respirasi sama dengan pada saat kondisi udara lembap dan hangat (kelembapan >80% ; suhu >9.8oC). Tetapi bila kondisi udara lembap dan dingin (kelembapan <60% dan suhu <9oC) laju respirasinya meningkat tajam. Meningkatnya laju respirasi tersebut merupakan strategi agar tubuh tetap hangat. Namun demikian, sejauh ini belum ada penelitian mengenai strategi adaptasi fisiologi dan anatomi pernapasan kelelawar untuk bertahan hidup pada kondisi hypoxic, hypercapnic, dan tinggi amonia.

Sunday, June 15, 2014

Kendari Beach Sang Ikon Kota Kendari

Kendari Beach merupakan salah satu ikon wisata di Kota Kendari. Kawasan wisata ini terletak di dalam wilayah Kota Kendari, tepat di pesisir Teluk Kendari (hal ini yang mendasari penamaan lokasi wisata ini, Kendari Beach). Kendari Beach yang sering diakronimkan dengan nama “KEBI” ini merupakan salah satu lokasi wisata yang paling ramai dikunjungi di Kota Kendari terutama di sore hingga malam hari, utamanya di akhir pekan.

Awalnya kawasan Kendari Beach ini hanya berupa pesisir teluk yang dimanfaatkan sebagai jalur lalu-lintas Kota. Dalam perkembangannya kawasan ini berubah menjadi kawasan wisata dan tempat nongkrongnya warga Kendari, utamanya kaum muda-mudi. Mula-mula di kawasan Kendari Beach hanya diramaikan oleh beberapa kafe terapung yang menjajakan makanan sekaligus tempat karaoke, serta pedagang kaki lima yang menjajakan cemilan. Seiring perkembangannya serta penataan yang dilakukan oleh Pemda Kota Kendari, kawasan Kendari Beach semakin ramai oleh warung-warung tenda yang umumnya menjajakan makanan. Pembangunan taman kota di sela-sela kawasan Kendari Beach serta penyediaan ruang khusus bagi para pedagang turut mendukung perkembangan kawasan Kendari Beach sebagai lokasi wisata di Kendari, terutama wisata kuliner.

Para pengunjung Kendari Beach akan dimanjakan oleh pemandangan pesisir teluk serta hijaunya taman kota. Di Kendari Beach kita juga dapat menikmati semilirnya hembusan angin pantai di sore hari sembari ditemani secangkir kopi or teh panas dan diiringi oleh merdunya suara para pengamen yang selalu setia memanjakan telinga para pengunjung. Bagi para pengunjung yang gemar mencicipi kuliner ada banyak pilihan yang tersedia. Beberapa jenis makanan yang umumnya dijajakan diantaranya pisang epe, ikan bakar, sari laut, jagung bakar, kacang rebus, bakso, mie pangsit. Sedangkan untuk minuman yang umumnya banyak dicari di Kendari Beach adalah es teler dan sarabba.

So, jika Kalian tertarik berkunjung atau kebetulan sedang singgah di Kota Kendari, maka cobalah untuk menyempatkan diri berkunjung ke Kendari Beach

Friday, June 13, 2014

Peranan Hormon dalam Reproduksi Kepiting Bakau

Hormon yang berperan dalam siklus pematangan gonad kepiting bakau adalah gonado inhibiting hormone (GIH), yang dihasilkan oleh organ-X serta dilepaskan oleh sinus gland ke sirkulasi darah, dan gonado stimulating hormone (GSH), yang dihasilkan oleh thoracic ganglion dan otak (Sirojini et al. 1995 dalam Fujaya 1996). Gonad-inhibiting hormon (GIH), juga disebut vitellogenesis-inhibiting hormon (VIH) penting dalam menghambat proses vitellogenesis. Bersama-sama dengan molt-inhibiting hormon (MIH), neurohormon ini termasuk dalam keluarga neuropeptida CHH/MIH/VIH. Semuanya diproduksi di sel neuroendokrin dari terminalis medula organ X, terlokalisasi dalam tangkai mata crustacea, dan diangkut ke ujung akson cluster dari sel-sel yang membentuk organ aneurohemal, kelenjar sinus. Detil tentang hibridisasi in-situ dan studi immunocytochemical mengungkapkan bahwa sering terjadi co-localization dari dua neurohormonnya dalam tangkai mata (eyestalk) lobster (De Kleijn et al. 1998).

Fungsi GIH (Gonad-inhibiting hormon) adalah secara langsung menghambat perkembangan kelenjar androgen pada individu jantan dan ovarium pada individu betina, sehingga spermatozoa atau ovum terhambat perkembangannya. Selain itu, GIH juga dapat mempengaruhi perkembangan gonad secara langsung, dengan cara menghambat aktivitas organ-Y (M'Boy). Sebab apabila organ-Y bekerja aktif, akan menghasilkan GSH yang berfungsi merangsang kelenjar androgen untuk menghasilkan hormon androgen, yang berfungsi merangsang testis untuk menghasilkan spermatozoa pada individu jantan, dan merangsang ovum untuk menghasilkan telur pada individu betina. Apabila konsentrasi GSH meningkat dan konsentrasi GIH menurun dalam sirkulasi darah (hemolymph) kepiting bakau, maka pematangan ovum akan segera berlangsung (arsal-gudangilmu.blogspot.com)

Sunday, June 8, 2014

Tips Hemat dan Seru Backpacking ke Wakatobi

Sebelum kita membahas tentang keindahan laut Wakatobi, Penulis akan sedikit mengulas tentang apa dan bagaimana Wakatobi itu. Karena masih ada persepsi dari beberapa orang khususnya yang berasal dari wilayah Indonesia bagian barat (WIB) sering kali salah menyebutkan bahwa Wakatobi itu bagian dari pulau Bali atau pulau Jawa, namun sesungguhnya bukan.

Secara admistratif Wakatobi merupakan bagian dari Sulawesi Tenggara (Sultra), salah satu Provinsi di Pulau Sulawesi. Wakatobi merupakan wilayah Kabupaten di Sultra yang wilayahnya terdiri atas rangkaian empat pulau utama yakni pulau Wangi-wangi, pulau Kaledupa, pulau Tomia dan pulau Binongko (disingkat WaKaToBi). Dulunya kepulauan Wakatobi lebih dikenal dengan nama Kepulauan Tukang Besi”. Tahun 2011 Wakatobi menjadi salah satu tuan rumah "Sail Wakatobi - Belitong 2011", yang merupakan bagian dari kegiatan rutin nasional "Sail Indonesia", guna mempromosikan "Visit Indonesia" melalui wisata bahari.

Liburan?? Bingung mau kemana?? Ke Wakatobi Yuk...!! Jika kalian ingin berlibur menikmati putihnya butiran pasir di pantai, snorkeling atau diving sambil menyaksikan pesona keindahan surga terumbu karang serta ikan-ikan yang sedang schooling, atau melihat para pekerja konservasi penyu merawat tukik-tukik

Wisata Kuliner di Kendari Beach


Pernahkah kalian mendengar nama Kota Kendari?? Atau pernahkah kalian berkunjung ke Kota Kendari?? Jika jawabannya “belum”, maka datanglah berkunjung ke Kota Kendari. Dijamin seru...!!

Kota Kendari adalah Ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Kota yang terkenal dengan tari Lulo-nya ini memiliki jumlah penduduk sekitar 289.468 jiwa (sensus penduduk tahun 2010), mayoritas penduduk Kota Kendari memeluk agama Islam. Kota Kendari dihuni oleh masyarakat dari Suku Tolaki, Suku Muna, Suku Buton, dan Suku Bugis. Sedangkan penduduk asli Kota Kendari berasal dari Suku Tolaki. Luas wilayah daratan Kota Kendari 269.363 Km2. Wilayah daratan Kota Kendari mengelilingi “Teluk Kendari” yang merupakan salah satu ikon tempat gaulnya muda-mudi di kota kendari selain Taman Kota dan Lapangan Eks MTQ.

Teluk Kendari atau yang dalam bahasa Inggris disebut “Kendari Beach” biasanya diakronimkan dengan sebutan “Kebi” ini merupakan salah satu tempat yang sangat popular bagi masyarakat Kota Kendari. Kendari Beach (Kebi)

Saturday, June 7, 2014

Sistem Endokrin pada Udang


1.      Sistem Reproduksi
Hormon-hormon yang mengatur diferensiasi sifat seksual udang jantan dan betina muncul dari ovari dan kelenjar androgen. Neurosekresi kompleks ganglionik X-organ dan kelenjar sinus dapat menghambat pemasakan ovari dan aktivitas sekretori kelenjar androgen. Diferensiasi normal dari ovari dan testis juga dipengaruhi oleh Y-organ dan hormon molting. Perusakan atau pemotongan tangkai mata dapat mengakibatkan pembesaran ovari dan deposisi kuning telur di dalam oosit. Pemberian ekstrak yang dibuat dari tangkai mata, ganglionik X-organ, atau kelenjar sinus dapat menghambat pembesaran ovari pada udang betina yang memasuki periode aktivitas produksi (M’Boy 2011).

Organ X terdapat di dalam tangkai mata (eyestalk). Sedangkan kelenjar sinus merupakan cadangan untuk penyimpanan dan pencurahan neurohormon yang berasal dari akson-akson neurosekretori. Kelenjar sinus utamanya terdiri atas terminal akson, dan erat hubungannya dengan banyak saluran vaskular. Dalam sistem reproduksi, kelenjar sinus menghasilkan Vitellogenesis Inhibiting Hormone (VIH) dan Mandibular Organ Inibiting Hormone (MOIH).

2.      Sistem Migrasi Pigmen Retina
Mata udang terdiri dari banyak unit yang disebut ommatidia. Secara fungsional, ommatidium memiliki tiga kelompok pigmen yang berbeda yaitu pigmen retina distal, pigmen retina proksimal, dan pigmen putih pemantul. Ekstrak tangkai mata yang dibuat dari udang yang telah diadaptasikan kepada cahaya mengakibatkan adaptasi cahaya pada pigmen distal dan pigmen pemantuk apabila disuntikkan ke dalam resipien yang telah diadaptasikan dalam kegelapan (M’Boy 2011).

3.      Sistem Ganti Kulit (Molting)
Pada udang, ganti kulit dapat bersifat musiman atau terus-menerus, tergantung kondisi lingkungan yang beraneka ragam. Perusakan tangkai mata (eyestalk) dapat mempercepat ganti kulit dan pertumbuhan prekoks. Ini terjadi karena ganglionik organ X dan kelenjar sinus yang terdapat di tangkai mata beraksi mencegah ganti kulit. Hormon yang dihasilkan oleh kelenjar sinus dalam sistem ganti kulit adalah Molt Inhibiting Hormone (MIH). Dalam proses ganti kulit, organ Y memproduksi suatu hormon yang melakukan peranan positif. Jumlah air yang digunakan pada saat ganti kulit Water Balance Hormon (WBH) yang dihasilkan oleh tangkai mata (M’Boy 2011).


4.      Sistem Akselerasi Jantung
Frekuensi dan amplitudo denyut jantung bertambah seiring dengan pelepasan neurohormon oleh organ perikardia (M’Boy 2011).

5.      Sistem Kromatoforotrofin dan Perubahan Warna
Kromatoforotrofin merupakan zat pengatur sel pigmen udang di dalam darah. Peran kelenjar sinus dalam sistem kromatoforotrofin dan perubahan warna adalah menghasilkan Red Pigment Concentrating Hormone (RPCH) dan Pigment Dispersing Hormone (PDH). Sistem ini sangat dipengaruhi oleh cahaya (M’Boy 2011).

6.      Sistem Metabolisme
Selama siklus ganti kulit, terjadi variasi mencolok di dalam metabolisme jaringan. Hal ini melibatkan faktor-faktor tangkai mata yang bisa jadi merupakan neurosekresi. Pengambilan tangkai mata mengakibatkan penurunan kadar gula darah dan peningkatan kandungan glikogen hipodermis. Pemberian ekstrak tangkai mata atau kompleks organ X kelenjar sinus dapat menginduksi hiperglikemia . Pada sistem metabolisme, kelenjar sinus berperan dalam menghasilkan Crustacean Hyperglycemic Hormone (CHH) (M’Boy 2011).