Wednesday, October 29, 2014

Beras Merah (Oryza nivara), Si Kaya Manfaat

Beras merah (Oryza nivara) adalah beras yang berwarna merah karena kulit ari pada beras merah tidak banyak hilang dan mengandung zat-zat gizi penting. Manfaat kesehatan dari beras merah adalah sebagai sumber serat yang berguna bagi orang-orang yang khawatir akan resiko kanker usus, yang mana dapat meminimalisir lamanya zat-zat penyebab kanker kontak dengan sel-sel usus, selain itu juga menjadi sumber selenium, mineral yang justru mereduksi resiko kanker usus (M’Boy 2014). Hasil penelitian terhadap beras merah menunjukkan bahwa beras merah mengandung serat yang berfungsi untuk menurunkan kadar kolesterol jahat (LDL), menghambat aterosklerosis, dan juga berperan dalam mengontrol tingkat kadar gula darah dalam tubuh, sehingga juga menjadi pilihan terbaik bagi penderita diabetes. Beras merah mengandung fenolik, salah satu zat antioksidan yang mampu menghambat radikal bebas pemicu kanker.

Selain itu beras merah mengandung magnesium yang mampu menurunkan keakutan asma, menurunkan tekanan darah tinggi, menurunkan frekuensi migrain, dan menurunkan resiko serangan jantung serta stroke. Magnesium membantu mengatur irama saraf dan otot dengan menyeimbangkan aksi kalsium. Magnesium juga berguna untuk kesehatan tulang. Sekitar dua per tiga magnesium di dalam tubuh manusia ditemukan dalam tulang. Secangkir beras merah akan memberi anda 21% keperluan sehari-hari akan magnesium. Banyak pakar menyebutkan, beras merah merupakan salah satu pakan paling menyehatkan di dunia (M’Boy 2014).

Kandungan gizi beras merah jauh lebih baik dibandingkan beras putih. Beras merah mengandung sekitar 3,5 gram serat, sementara beras putih kurang dari 1 gram serat. Banyak pula manfaat dari mengkonsumsi beras merah, yakni dapat meningkatkan perkembangan otak dan menurunkan kolesterol darah, dan dapat menurunkan salah satu faktor risiko penyakit jantung. Jika dilihat dari segi kandungan vitamin dan mineral, beras merah pun lebih unggul dibandingkan beras putih. Kandungan vitamin dan mineral beras merah 2-3 kali beras putih. Beras merah mengandung tiamin (vitamin B1) yang diperlukan untuk mencegah penyakit beri-beri pada bayi. Kandungan zat besi dalam beras merah juga lebih tinggi, dapat membantu bayi usia 6 bulan ke atas yang kekurangan asupan zat besi dari ASI dan sudah tidak lagi mencukupi kebutuhan tubuh, vitamin dan mineral-mineral penting lainnya.

Wednesday, October 22, 2014

Tempe, Makanan Khas Indonesia Yang Kaya Manfaat



Tempe merupakan produk olahan kedelai yang terbentuk atas jasa kapang jenis Rhizopus sp. melalui proses fermentasi. Banyak perubahan yang terjadi selama proses fermentasi kedelai menjadi tempe, baik yang menyangkut perubahan fisik, biokimia maupun mikrobiologi, yang semuanya berdampak sangat menguntungkan terhadap sumbangan gizi dan kesehatan. Kerja Rhizopus sp. mampu mengubah kedelai menjadi tempe yang berasal lebih enak, lebih bergizi dan berfungsi sebagai makanan sehat (Astawan 2009).

Terdapat beberapa jenis tempe di Indonesia, antara lain: tempe gembus (dibuat dari ampas tahu), tempe lamtoro (dari biji lamtoro), tempe benguk (dari biji koro benguk), tempe koro (dari biji koro), tempe bongkrek (dari ampas kelapa), tempe gude (dari kacang gude), tempe bungkil (dari ampas pembuatan minyak kapang) dan tempe kedelai (dibuat dari biji kedelai). Dari berbagai jenis tempe tersebut, yang paling banyak dikonsumsi dan digemari masyarakat adalah tempe kedelai (Astawan 2009).

Proses pembuatan tempe umumnya masih dilakukan secara tradisional dalam skala industri kecil. Secara garis besar, tahapan penting dalam pembuatan tempe adalah: pembersihan biji kedelai, perebusan/pengukusan dan fermentasi. Proses fermentasi adalah tahap terpenting pada pembuatan tempe, dimana pada tahap ini dilakukan pemeraman kedelai selama beberapa hari (umumnya 36 – 48 jam) menggunakan laru (kapang tempe). Selama proses fermentasi tempe terdapat tendensi adanya peningkatan derajat ketidakjenuhan terhadap lemak, sehingga asam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acids = PUFA) meningkat jumlahnya. Asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam lemak oleat dan linolenat (Astawan 2009).

Dibandingkan kedelai, kadar protein, lemak dan karbohidrat tempe tidak banyak berubah. Akan tetapi, karena adanya enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Dua kelompok vitamin yang terdapat pada tempe, yaitu vitamin larut air (vitamin B kompleks) dan vitamin larut lemak (vitamin A, D, E, dan K).

Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara lain; vitamin B1 (thiamin), vitamin B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin) dan vitamin B12 (sianokobalamin) (M'Boy 2014). Vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33 kali selama fermentasi, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali, niasin 2-5 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat meningkat 2 kali lipat (Astawan 2009).

Manfaat tempe terhadap daya tahan tubuh, pertama kali dinyatakan oleh Van Veen (1950), berdasarkan hasil pengamatannya terhadap tahanan perang dunia II di Pulau Jawa. Mereka yang setiap hari makan tempe, ternyata tidak terkena disentri ketika wabah disentri berkecamuk.

Tabel 1. Komposisi zat gizi kedelai dan tempe dalam 100 gram bahan kering








Dibandingkan kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada tempe. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein serta skor proteinnya.

Tabel 2. Komposisi dan nilai gizi kedelai dan tempe (per 100 gram)





Selain zat-zat yang telah disebutkan di atas, kedelai dan tempe sebagai hasil olahannya juga mengandung senyawa aktif dari golongan isoflavon. Isoflavon utama yang ditemukan di dalam kedelai dan produk fermentasinya diantaranya daidzein (7,4’-dihidroksi isoflavon), genistein (5,7,4’-trihidroksi isoflavon) dan faktor II (5,7,4’-trihidroksi isoflavon) (Brata-Arbai 2001).

Selama proses fermentasi terjadi sintesa antioksidan di tempe yang diketahui sebagai faktor II (5,7,4’-trihidroksi isoflavon) (Brata-Arbai 2001). Selama fermentasi juga terjadi peningkatan kandungan mineral tempe, seperti meningkatnya kandungan kalsium dan zink. Selain mengandung mineral, tempe sebagai bahan makanan yang dapat menurunkan kolesterol juga mengandung alpha dan gamma tocopherol (vitamin E) sebagai antioksidan yang menjaga sel dari kerusakan akibat proses oksidasi (M’Boy 2014). Antioksidan dapat didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, mencegah dan memperlambat proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi oleh radikal bebas dalam oksidasi lipid (Kochhar & Rossell 1990). Selama fermentasi, kapang tempe juga mampu memproduksi senyawa antibiotik yang bermanfaat untuk menghambat atau memperkecil kejadian infeksi.

Antioksidan yang telah berhasil diisolasi dari kedelai dan olahannya salah satunya adalah isoflavon dari senyawa flavonoid. Isoflavon lain dari kedelai adalah trihidroksi isoflavon yang hanya terdapat pada produk kedelai terfermentasi (Pratt 1992). Selain isoflavon, kedelai dan produk olahannya merupakan sumber berbagai macam senyawa antioksidan yang termasuk ke dalam golongan dari turunan asam sianat, fosfolipid, tokoferol, asam amino dan peptida (Shahidi & Naczk 1995). Isoflavon adalah senyawa bioaktif, banyak ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada kedelai sampai 3099 mikrogram/g (Klump et al 2001). Isoflavon yang berasal dari tempe diketahui bersifat hipolipidemik, antidiare dan anti infeksi terhadap E.coli (Karyadi 2000).

Aktivitas antibakterial pertama kali dikemukakan oleh Wang et al (1969). Beberapa jenis bakteri gram positif seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus cremoris, Bacillus subtilis, Clostridium perfringens, dan Clostridium sporogenes terhambat pertumbuhannya. Hasil penelitian Mahmud et al (1982) menunjukkan bahwa dalam tempe yang dibuat dengan biakan murni Rhizopus oligosporus terdapat aktivitas antibakterial yang menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Salmonella typhii dan Shigella flexneri.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan yang ada dalam kedelai. Ini telah dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis. Dengan pemberian tempe, pertumbuhan berat badan penderita gizi buruk akan meningkat. Pengolahan kedelai menjadi tempe akan menurunkan kadar reffinosa dan stakiosa, yaitu senyawa penyebab timbulnya gejala flatulensi (Astawan 2009).