Tuesday, September 23, 2014

Sifat Ekologi dan Penyebaran Kayu Jati (Tectona grandis Linn)

Jati (Tectona grandis Linn.) merupakan tanaman tropika dan subtropika yang sejak abad ke-9 telah dikenal sebagai pohon yang memiliki kualitas tinggi dan bernilai jual tinggi. Di Indonesia, jati digolongkan sebagai kayu mewah (fancy wood) dan memiliki kelas awet (mampu bertahan hingga 500 tahun) (Sumarna 2003). Dalam sistem klasifikasi, tanaman jati mempunyai penggolongan sebagai berikut (Sumarna 2003):

Divisi : Spermatophyta
               Kelas : Angiospermae
                  Sub-kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Verbenales
     Famili : Verbenaceae
         Genus : Tectona
            Spesies : Tectona grandis Linn.

Jati umumnya tumbuh baik pada tanah yang banyak mengandung fosfor (P) dan kalsium (Ca), dengan pH sekitar 6 , dan biasanya kondisi lingkungan terbaik untuk jati adalah lingkungan dengan musim kering yang nyata dengan curah hujan antara 750 – 2500 mm per tahun (Sumarna 2003). Umumnya jati tumbuh dengan baik pada ketinggian dibawah 1000 m dpl, dan suhu minimum untuk pertumbuhannya antara 13o- 17oC dan suhu maksimum antara 39oC – 43oC (Pandey & Brown 2000). Daerah penyebarannya di Asia Tenggara, seperti Myanmar, India, Thailand, dan Vietnam. Di Indonesia penyebarannya terutama di Sulawesi Tenggara, Pulau Jawa, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Maluku, dan Lampung (Martawijaya et al. 1995). Tanaman jati dapat mencapai tinggi 30-45 m dengan tinggi bebas cabang antara 15-20 m dan di hutan alam diameter batang dapat mencapai 220 cm (Sumarna 2003).

Hutan alam jati biasanya tumbuh pada tanah yang bergelombang dengan basal, granit, schist, gneiss, limestone dan sandstone sebagai batuan bawahnya. Hutan jati terbaik, baik hutan alam maupun hutan tanaman tumbuh pada tanah aluvium dalam dengan drainase yang memadai, dan akan menghasilkan jati berkualitas buruk bila tumbuh pada tanah liat (Pandey dan Brown 2000).

Monday, September 1, 2014

Musim Pemijahan Ikan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus)

Masa pemijahan ikan tuna di wilayah Pasifik terjadi sepanjang tahun di perairan tropis dan musiman pada lintang tinggi di perairan dengan suhu di atas 24°C, idealnya mendekati 26oC (Kume 1967; Miyabe 1994). Kemudian Hisada (1979) menambahkan bahwa ikan tuna mata besar memerlukan kedalaman di lapisan tercampur sedikitnya 50 m dengan suhu permukaan laut kurang dari 24°C. Kume (1967) mencatat bahwa ada hubungan antara kematangan ikan tuna mata besar pada suhu permukaan laut di bawah 23°C hingga 24°C, yang mewakili batas rendah aktivitas pemijahan.

Pada umumnya, ikan tuna mata besar (Thunnus obesus) diyakini memijah sepanjang tahun di daerah tropis (10°N – 10oS) dan selama bulan musim panas di lintang tinggi (Collette dan Nauen 1983). Sebuah studi oleh McPherson (1991) di perairan Australia timur mendukung konsep ini yang menyatakan bahwa pemijahan ikan tuna mata besar di ekuator berlangsung sepanjang tahun dengan musim pemijahan di daerah utara Australia.

Di Samudera Pasifik ukuran minimum pertama matang kali seksual untuk ikan tuna mata besar sekitar 100 cm. Di Pasifik bagian barat ikan betina 50% bereproduksi dengan ukuran pertama matang seksual adalah 135 cm dan ukuran minimum matang seksual pada ukuran 102 cm (Schaefer et al. 2005). Sementara itu Nootmorn (2004) menyatakan bahwa aktivitas pemijahan ikan tuna mata besar di Samudera Hindia yaitu dari bulan Desember hingga bulan Januari dan bulan Juni.

Ikan tuna mata besar (Thunnus obesus) merupakan serial spawner, dapat mengulang pemijahan secara harian atau mendekati interval harian selama periode pemijahan yang panjang (Nikaido et al. 1991). Pemijahan terjadi menjelang sore atau malam di dekat permukaan (McPherson 1991). Diperkirakan dari pukul 18.00 hingga tengah malam, menyimpan telur harian (Matsumoto dan Miyabe 2002). Puncak pemijahan pada malam hari sekitar pukul 19.00 hingga pukul 24.00, dengan batch fekunditas jutaan telur setiap periode pemijahan.