Thursday, June 5, 2014

Simbiosis Mutualisme Polip Karang dan Zooxanthellae (Pembentukan Terumbu Karang)

Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem khas perairan pesisir tropik, yang ditandai dengan keanekaragaman jenis biota tinggi yang hidup di dalamnya. Biota yang hidup di terumbu karang merupakan satu komunitas yang terdiri dari berbagai tingkatan trofik. Masing-masing komponen dalam komunitas ini saling tergantung satu sama lain, sehingga terumbu karang merupakan suatu ekosistem dengan struktur trofik yang lengkap. Sebagai suatu lingkungan hidup, ekosistem terumbu karang sekaligus berfungsi sebagai tempat tinggal, mencari makan dan berkembang biak dari biota-biota yang hidup berasosiasi dengan karang (Anonim 2007).  Terumbu karang dapat pula menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi yang penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang, kerang mutiara dan sebagainya (Nontji 1987).

Terumbu karang adalah suatu ekosistem di dasar laut tropis yang terutama dibangun oleh biota laut penghasil kapur khususnya jenis-jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti mollusca, crustacea, echinodermata, polychaeta, porifera, tunicata dan biota lainnya yang hidup bebas di perairan sekitarnya termasuk jenis-jenis plankton dan ikan (Anonim 2008).

Ekosistem terumbu karang terbagi atas karang keras dan lunak. Karang batu adalah karang yang keras disebabkan oleh adanya zat kapur yang dihasilkan oleh hewan karang.  Melalui proses yang sangat lama, hewan karang yang kecil (polip) membentuk koloni karang yang kental, yang sebenarnya terdiri atas ribuan individu polip.  Karang batu ini menjadi pembentuk utama ekosistem terumbu karang.  Walaupun terlihat sangat kuat dan kokoh, karang sebenarnya sangat rapuh, mudah hancur dan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan (Sondakh 2004).

Faktor-faktor fisika-kimia yang diketahui dapat mempengaruhi kehidupan dan/atau laju pertumbuhan karang, antara lain adalah suhu, kedalaman, cahaya matahari, salinitas, kekeruhan, substrat dan pergerakan massa air (Anonim, 2006a). Kondisi alam yang cocok untuk pertumbuhan karang diantaranya adalah pada perairan yang bertemperatur antara 18 – 30oC, kedalaman air kurang dari 50 meter, salinitas air laut 30 – 36 permil (‰), laju sedimentasi relatif rendah dengan perairan yang relatif jernih, pergerakan air/arus yang cukup, perairan yang bebas dari pencemaran, dan substrat yang keras (Sukrama  2001).

Dalam kehidupannya karang hermatifik berasosiasi dengan zooxanthellae (simbiosis mutualistik) yang menghasilkan bahan organik. Disamping itu karang juga memakan plankton untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Londo 2006).

Polip karang bersimbiosis dengan alga bersel tunggal (monocelluler), yang terdapat dalam jaringan endoderm karang. Alga ini termasuk dalam dinoflagellata marga symbiodinium yang mempunyai klorofil untuk proses fotosintesis. Alga ini dapat disebut sebagai zooxanthellae.  Zooxanthellae mendapatkan keuntungan karena mendapat tempat tinggal yang aman di dalam tubuh polip karang keras. Sedangkan polip karang keras mendapatkan keuntungan karena mendapatkan makanan dari hasil fotosintesis alga yaitu oksigen dan energi.  Hasil metabolisme makanan dari karang diambil zooxanthellae untuk proses fotosintesis dengan bantuan sinar matahari, kemudian hasilnya dimanfaatkan polip karang.  Dengan demikian keduanya saling ketergantungan dan tidak dapat bertahan hidup tanpa ada salah satunya (M’Boy 2013).  Zooxanthellae adalah salah satu penyusun karang yang paling penting. Tanpa peran zooxanthellae terumbu karang tidak akan terbentuk karena polip karang keras tidak akan dapat hidup tanpa zooxanthellae (Rifky 2008).

Di dalam jaringan hewan karang batu terdapat alga simbiotik (zooxanthellae) yang hidup dan bekerja sama yang saling menguntungkan (mutualistik) dengan hewan karang, dimana lewat proses fotosintesa alga tersebut - karang batu dapat bertumbuh dan menghasilkan kapur (kalsium karbonat) untuk pembentukan terumbu. Untuk melakukan fotosintesa zooxanthellae membutuhkan cahaya matahari, sehingga ekosistem ini hanya dapat berkembang di daerah yang beriklim panas dan mempunyai perairan yang jernih (Azhar 2003).  Terumbu karang dapat mentolerir suhu sekitar 36 - 40ÂșC (Nybakken 1992).  Randall (1983) mengemukakan bahwa suhu optimal untuk pertumbuhan karang berkisar antara 23 – 30oC, dan di bawah 18oC dapat menghambat pertumbuhan karang bahkan dapat menyebabkan kematian.

3 comments: