Friday, October 3, 2014

Sekilas Fakta Jati (Tectona grandis Linn) Dunia

Jati (Tectona grandis Linn) tumbuh secara alami hanya di India, Myanmar, Laos dan Thailand dan juga ditumbuhkan secara alami di Indonesia yang diperkirakan merupakan hasil introduksi 400 sampai 600 tahun yang silam. Disamping itu, jati telah menyebar ke seluruh Asia tropis seperti juga Afrika tropis (Pantai Gading, Nigeria, Sierra Leone, Tanzania dan Togo) dan Amerika Latin dan Karibia (Costa Rica, Colombia, Ecuador, El Salvador, Panama, Trinidad dan Tobago dan Venezuela). Jati juga diperkenalkan ke beberapa pulau di daerah Pasifik (Papua Nugini, Fiji dan Kepulauan Solomon) dan di utara Australia dalam tahap percobaan (Pandey dan Brown 2000).

Pandey dan Brown (2000) menyebutkan bahwa perdagangan ekspor jati dunia didominasi oleh Myanmar dengan Cina dan Thailand sebagai pengimpor utama. Dapat dilihat dari Tabel 1 bahwa sebagian kayu gergajian jati dunia diekspor oleh Indonesia dan Myanmar, dengan Thailand dan Pantai Gading di posisi ketiga dengan jumlah yang cukup signifikan. Negara-negara lain seperti Ghana, Cina, United Republic of Tanzania dan Ekuador, mengekspor dalam jumlah sedang, sedangkan India menggunakan seluruh produksinya untuk konsumsi dalam negeri.

Tabel 1 Produksi dan ekspor tahunan kayu bulat jati dan kayu gergajian jati (m3)

Negara
Produksi Log Jati
Ekspor Log Jati
Ekspor Kayu Gergajian Jati
Myanmar
358.000
179.200
33.100
India
250.000
0
0
Indonesia 
750.000
0
35.000
Thailand
12.900
0
5.000
Negara lain
424.100
134.300
14.800
Total
1.795.000
313.500
87.900
Sumber: (Pandey & Brown 2000)

Produsen produk jati terbesar adalah Indonesia, Thailand, India dan Cina. India memproduksi kayu gergajian untuk bahan baku konstruksi dan dekorasi, dan kayu lapis dekoratif, semuanya secara eksklusif diolah untuk konsumsi pasar dalam negerinya. Industri-industri jati Cina dan Thailand memakai bahan baku log impor, sementara Indonesia memiliki hutan tanaman jati sendiri. Sebagian besar hasil produksi ini kemudian diekspor ke Eropa dan Amerika Utara dalam bentuk furnitur atau kayu gergajian. Umumnya, volume impor (dan seringnya ekspor) produk jati tidak terdokumentasikan dengan layak atau tidak dapat diakses (Pandey dan Brown 2000).

Di Laos, jati memiliki peran penting dalam kehidupan petaninya. Mereka mendapatkan pendapatan tinggi dari penjualan kayu baik ke pasar lokal maupun pasar luar. Jati memberikan masing-masing sekitar 27%, 15% dan 14% pendapatan rumah tangga bagi keluarga kaya, menengah dan miskin. Sayangnya, sebagian besar penjualan dilakukan melalui pedagang lokal dan luar, dan petani tidak mampu mengakses unit pengolahan kayu secara langsung. Diperkirakan 99% kayu bulat jati dibeli oleh pedagang luar dan hanya 1% oleh pedagang lokal. Sekitar 95% dari produksi diekspor, dan 5% dalam bentuk limbah digunakan untuk konsumsi lokal (Keonakhone 2006).

Lain halnya dengan Myanmar, di negara ini pemerintahan yang berbasis militer mempekerjakan penduduknya secara paksa dalam kegiatan pemanenan jati, termasuk memanfaatkan gajah-gajah yang dieksploitasi sampai mati. Sepanjang akhir tahun 1990-an jati Myanmar diboikot oleh dunia internasional. Boikot juga mengancam kayu ekspor dari Thailand, Singapura dan Taiwan yang bahan bakunya berasal dari Myanmar. Hal ini terjadi karena isu deforestasi di Myanmar akibat produksi jati dari hutan alam. Jati tumbuh menyebar di dalam hutan, sehingga penebang harus menempuh jarak yang jauh ke dalam hutan primer untuk mendapatkannya, maka jalan dan jalan angkut dibuat bermil-mil jauhnya. Jalur angkut ini memainkan peran penting dalam proses deforestasi di Myanmar, Laos, Kamboja dan Thailand. Jalan juga membuka peluang untuk menginvasi lahan-lahan penduduk asli, baik dalam bentuk penambangan logam dan mineral, pendudukan lahan oleh penduduk luar, maupun (khususnya di Myanmar) penempaan penduduk asli menjadi tenaga budak dalam proses pemanenan jati (Johansen 2003).

Di Indonesia, umumnya tanaman jati berada pada kawasan hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani, kawasan hutan yang direboisasi dan hutan-hutan komunitas di lahan-lahan peribadi milik masyarakat. Perum Perhutani memiliki hak pengelolaan penuh terhadap tegakan jati yang berada di kawasan hutan produksi milik negara di Pulau Jawa, sedangkan tegakan jati rakyat biasanya dikelola secara peribadi dan digunakan sebagai “tabungan” oleh pemiliknya.

Pohon jati rakyat umumnya tidak sampai berumur tua sudah ditebang karena kebutuhan akan kayu pertukangan ataupun kebutuhan akan uang bagi pemiliknya (Hadikusumo 2001). Pohon jati yang belum cukup tua ini memiliki kandungan kayu juvenil yang cukup besar. Padahal menurut Hadikusumo (2001), apabila suatu sortimen mengandung kayu juvenil yang bercampur dengan kayu dewasa, maka sortimen tersebut akan mengalami pelengkungan setelah kering.

No comments:

Post a Comment