Umumnya
tanah-tanah di Indonesia tergolong peka terhadap erosi, karena terbentuk dari
bahan-bahan yang relatif mudah lapuk dan tanah menjadi semakin peka karena
curah hujan yang relatif tinggi, berkisar 1500-3000 mm atau lebih setiap
tahunnya dengan intensitas hujan yang juga tinggi (Dariah et al. 2004). Teknik
konservasi tanah di daerah bercurah hujan tinggi menjadi sangat spesifik,
karena penerapannya tidak hanya untuk mengendalikan erosi melainkan juga harus
ditujukan untuk memanen hujan atau aliran permukaan.
Tindakan konservasi tanah
adalah usaha untuk menempatkan tiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai
dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan
syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Tujuan usaha
konservasi tanah adalah mencegah kerusakan tanah dan memperbaiki tanah-tanah
yang rusak agar dapat tercapai produksi yang setinggi-tingginya dalam waktu
yang tidak terbatas (M’Boy 2014).
Faktor-faktor
yang sering menyebabkan terjadinya kerusakan tanah adalah erosi, pencucian
unsur hara (leaching), timbulnya senyawa-senyawa beracun dan penjenuhan
air (Dariah et al. 2004). Rowland (1993) menyatakan bahwa tingkat konservasi
tanah dan air oleh petani dapat dilihat dari cara pengelolaan usaha taninya.
Penerapan teknik konservasi tanah dengan mengurangi derajat kemiringan lahan
dan panjang lereng merupakan salah satu cara terbaik mengendalikan erosi. Hal
ini dapat ditempuh dengan menggunakan metode konservasi tanah secara mekanik
atau vegetatif (M’Boy 2014). Pada praktiknya metode konservasi mekanik dan
vegetatif sulit dipisahkan. Penerapan metode konservasi mekanik akan lebih
efektif dan efisien bila disertai dengan penerapan metode vegetatif dan
penerapan metode vegetatif masih memerlukan perlakuan fisik mekanis seperti
bangunan saluran pembuangan air (SPA), atau bangunan terjunan (drop
structure) dll (Dariah et al. 2004).
No comments:
Post a Comment