Friday, February 27, 2015

Kelelawar Sebagai Kelompok Fauna Troglozene



Kelelawar merupakan fauna troglozene utama di gua-gua karst di Indonesia (Whitten et al. 1999; Suyanto 2001). Kelelawar adalah Mamalia yang termasuk dalam ordo Chiroptera. Ciri khas ordo ini adalah tulang telapak tangan (metacarpal) dan tulang jari (digiti) mengalami pemanjangan sehingga berfungsi sebagai kerangka sayap. Sayap tersebut terbentuk dari selaput tipis (petagium) yang membentang antara tulang-tulang telapak dan jari tangan sampai sepanjang sisi tubuh (Nowak 1994; Altringham 1996).

Ordo Chiroptera terdiri atas 2 subordo, yaitu Megachiroptera dan Microchiroptera. Kedua subordo ini diduga tidak mempunyai hubungan kekerabatan dan merupakan hasil evolusi konvergen, yaitu evolusi yang terjadi pada dua spesies yang berbeda tetapi beradaptasi dengan cara yang sama sehingga menghasilkan morfologi yang mirip (Altringham 1996). Salah satu alasan yang mendukung adalah: saraf superior colliculus (s.c) kanan pada otak tengah Microchiroptera mengatur retina mata kiri dan sebaliknya s.c kiri mengatur retina mata kanan. Hal ini ditemukan pada semua Mamalia, kecuali primata. Pada Megachiroptera, saraf superior colliculus kanan otak tengah mengatur retina mata kiri dan mata kanan sekaligus. Keadaan ini hanya ditemukan pada Primata, Dermoptera, dan Megachiroptera (Corbet & Hill 1992; Altringham 1996). Karena alasan tersebut maka diduga Megachiroptera berasal dari nenek moyang Primata, sedangkan Microchiroptera diduga berasal dari nenek moyang bukan Primata (M’Boy 2014).

Penelitian HanGuan et al. (2006) mengenai filogenetika kelelawar juga mendapatkan bahwa kelelawar Megachiroptera memiliki kekerabatan lebih dekat dengan primata dibandingkan dengan Microchiroptera. Saat ini diketahui terdapat 18 famili, 192 genus dan sekitar 1111 jenis kelelawar yang ada di dunia (Safi & Kerth 2004). Menurut Suyanto et al. (1998) terdapat 10 famili, 49 genus, dan sekitar 151 jenis terdapat di Indonesia.

Anggota subordo Megachiroptera makanan utamanya adalah buah (frugivora), selain itu juga memakan serbuk sari (polen) dan nektar. Subordo ini terdiri atas 1 famili, yaitu Pteropodidae dengan 42 genus dan 166 spesies (Nowak 1994). Subordo Megachiroptera memiliki ukuran yang relatif besar (bobot minimum 10 gram maksimum 1500 gram dengan bentangan sayap maksimum 1700 mm); memiliki mata besar; telinga tidak memiliki tragus; moncong sederhana dan ekor tidak berkembang; jari kedua dan jari ketiga terpisah relatif jauh dan memiliki cakar pada jari kedua, kecuali pada Eonycteris, Dobsonia, dan Neopterix (Altringham 1996).

Anggota subordo Microchiroptera kebanyakan pemakan serangga (insectivora). Selain itu, ada juga yang penghisap darah (sanguivora), misalnya Desmodus vampirus; dan penghisap madu misalnya (Leptonycteris curasoae). Subordo ini terdiri atas 17 famili, 150 genus, dan 945 spesies. Ciri subordo Microchiroptera adalah berukuran kecil (bobot minimum 2 gram, maksimum 196 gram dengan bentangan sayap maksimum 70 mm); memiliki mata kecil; telinga memiliki tragus (tonjolan dari dalam daun telinga) atau anti tragus (tonjolan dari luar daun telinga);  jari sayap tidak bercakar dan moncong sangat bervariasi, terutama famili Rhinolophidae & Hipposideridae memiliki daun hidung (noselea) yang kompleks.

Klasifikasi kelelawar menurut Corbet & Hill (1992) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
      Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
      Kelas : Mamalia
Ordo : Chiroptera
      Subordo : Megachiroptera
Famili : Pteropodidae
      Subordo : Microchiroptera
Famili : Rhinolophidae, Hipposideridae, Megadermatidae, Craseonycteridae, Rhinopomatidae, Nycteridae, Emballonuridae, Phyllostomidae, Mormoopidae, Noctilionidae, Furipteridae, Thyropteridae, Mystacinidae, Myzopodidae, Vespertilionidae, Molosidae dan Natalidae

Kelelawar ditemukan di seluruh permukaan bumi, kecuali di daerah kutub dan pulau-pulau terpencil. Kemampuan terbang kelelawar merupakan faktor penting dalam persebaran hewan ini. Selain itu, jenis pakannya sangat bervariasi sehingga memungkinkan hidup di berbagai tipe habitat (Nowak 1994). Menurut Altringham (1996), sekitar 200 spesies kelelawar ditemukan di Madagaskar dan Afrika; 300 spesies ditemukan di Amerika Selatan dan Amerika Tengah; 240 jenis ditemukan di Asia dan Australia; dan sekitar 40 spesies ditemukan di Amerika Utara dan Eropa. Menurut Suyanto et al. (1998), di Indonesia terdapat 151 jenis kelelawar. Jenis-jenis tersebut menyebar di seluruh kepulauan Indonesia. Lebih lanjut Kunz & Pierson (1994) menjelaskan bahwa kelelawar merupakan Mamalia paling berhasil, karena dapat ditemukan di berbagai tipe habitat dengan ketinggian mulai 10 m dpl sampai 3000 m dpl. Winkelmann et al. (2000) meneliti penggunaan habitat oleh kelelawar Synconycteris australis di Papua New Guinea. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberadaan dan kelimpahan kelelawar pada suatu habitat ialah 1) struktur fisik habitat, 2) iklim mikro habitat, 3) ketersediaan pakan dan sumber air, 4) keamanan dari predator, 5) kompetisi, dan 6) ketersediaan sarang (M’Boy 2014).

No comments:

Post a Comment