Thursday, February 5, 2015

Sekilas Tentang Geomorfologi Karst



Ahli geologi membagi geomorfologi karst menjadi karst luar atau exokarst dan karst dalam atau endokarst (gua). Exokarst/epikarst dicirikan dengan: 1) adanya bukit-bukit kapur berbentuk kerucut atau kubah, 2) permukaan kasar berlubang-lubang membentuk dolina (cekungan), dan 3) adanya endapan sedimen lempung berwarna merah hasil pelapukan batu gamping (Samodra 2006). Selain itu menurut Roemantyo & Noerdjito (2006), exokarst biasanya tertutup oleh lapisan tanah yang tipis yang umumnya berasal dari batuan kapur yang hancur dan terdekomposisi secara mekanik dan kimiawi. Lapisan tanah tipis tersebut sebagian terkumpul pada cekungan. Proses pengayaan nutrisi pada lapisan tanah exokarst dapat terjadi oleh adanya debu vulkanis, ataupun aliran air hujan yang membawa humus dari tempat lain. Akibatnya exokarst dapat ditumbuhi oleh jenis-jenis tumbuhan tertentu.

Endokarst (gua) menurut Hamilton & Smith (2006) merupakan ruang dengan sirkulasi udara terbatas dan sangat sedikit atau bahkan sama sekali tidak ada cahaya. Selain itu, menurut Wirawan (2005), ruang dalam gua biasanya dilengkapi dengan ornamen-ornamen gua. Ornamen tersebut merupakan hasil pengendapan kalsium karbonat (CaCO3) yang sebelumnya terlarutkan oleh peristiwa karstifikasi. FINSPAC (1993) membagi ornamen-ornamen dalam gua menjadi: 1) stalaktit, yaitu endapan kapur yang menggelantung pada langit-langit gua, 2) stalakmit, yaitu endapan kapur yang terdapat pada lantai gua, 3) tiang (column), yaitu pertemuan antara stalaktit dan stalakmit yang membentuk tiang, 4) tirai (drip curtain/drapery), yaitu endapan yang berbentuk lembaran tipis vertikal, pada atap gua yang miring, dan 5) teras (travertin), yaitu endapan kalsium karbonat pada lantai gua yang bertingkat sehingga membentuk terrasering. Geomorfologi karst tersaji pada Gambar 1.

Gambar 1. Geomorfologi karst (Sumber: FINSPAC 1993)

Hamilton & Smith (2006) membagi lingkungan dalam gua berdasarkan pengaruh sinar matahari menjadi 3 mintakat, yaitu 1) mintakat I adalah mintakat di dalam gua yang sinar matahari dapat masuk dan iklim dalam gua masih dipengaruhi oleh iklim luar gua, 2) mintakat II adalah mintakat di dalam gua yang tidak ada sinar matahari yang masuk, tetapi iklim di dalam mintakat tersebut masih dipengaruhi oleh iklim di luar gua, dan 3) mintakat III adalah mintakat yang tidak ada sinar matahari dan iklim di dalam mintakat ini stabil, tidak dipengaruhi oleh fluktuasi iklim di luar gua. Contoh denah pembagian mintakat pada Gua Jatijajar dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2.  Denah pembagian mintakat pada Gua Jatijajar (Sumber : DISPARBUD Kab. Kebumen 2004 )

Menurut Russo et al. (2003) dinding dan atap gua merupakan penyangga efektif yang memisahkan lingkungan dalam gua dengan lingkungan luar gua. Oleh karenanya, lingkungan dalam gua memiliki mikroklimat yang berbeda dari luar gua. Menurut Samodra (2006) mikroklimat dalam gua cenderung lebih dingin dan lebih lembap. Hal ini karena 1) adanya aliran sungai di lantai gua; 2) adanya air rembesan di atap gua; 3) tidak ada sinar matahari, dan 4) sirkulasi udara terbatas. Selain itu menurut Russo et al. (2003) mikroklimat tersebut dapat berbeda antara satu zona (mintakat) dan zona lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh pengaruh sinar matahari, formasi gua, dan keberadaan makhluk hidup di dalamnya. Penelitian Baudinette et al. (1994) di Gua Kelelawar dan Gua Robertson Afrika Selatan membuktikan gua yang dihuni kelelawar dengan jumlah besar dapat menaikkan suhu dalam gua hingga 3oC.

No comments:

Post a Comment