Terumbu
karang merupakan salah satu ekosistem khas perairan
pesisir tropik, yang ditandai dengan keanekaragaman jenis biota tinggi yang
hidup di dalamnya. Biota yang hidup di terumbu karang merupakan satu komunitas
yang terdiri dari berbagai tingkatan trofik. Masing-masing komponen dalam
komunitas ini saling tergantung satu sama lain, sehingga terumbu karang
merupakan suatu ekosistem dengan struktur trofik yang lengkap (M’Boy 2014).
Sebagai suatu lingkungan hidup, ekosistem terumbu karang sekaligus berfungsi
sebagai tempat tinggal, mencari makan dan berkembang biak dari biota-biota yang
hidup berasosiasi dengan karang (Anonim 2007). Terumbu karang dapat pula
menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi yang penting seperti
berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang, kerang mutiara dan
sebagainya (Nontji 1987).
Terumbu
karang adalah suatu ekosistem di dasar laut tropis
yang terutama dibangun oleh biota laut penghasil kapur khususnya jenis-jenis
karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar
lainnya seperti mollusca, crustacea, echinodermata, polychaeta, porifera,
tunicata dan biota lainnya yang hidup bebas di perairan sekitarnya termasuk
jenis-jenis plankton dan ikan (Anonim 2008a)
Ekosistem terumbu karang terbagi atas karang keras dan lunak. Karang batu
adalah karang yang keras disebabkan oleh adanya zat kapur yang dihasilkan oleh
hewan karang. Melalui proses yang sangat lama, hewan karang yang kecil
(polip) membentuk koloni karang yang kental, yang sebenarnya terdiri atas
ribuan individu polip. Karang batu ini menjadi pembentuk utama ekosistem
terumbu karang. Walaupun terlihat sangat kuat dan kokoh, karang
sebenarnya sangat rapuh, mudah hancur dan sangat rentan terhadap perubahan
lingkungan (Sondakh 2004).
Faktor-faktor fisika-kimia yang diketahui dapat mempengaruhi kehidupan
dan/atau laju pertumbuhan karang, antara lain adalah suhu, kedalaman, cahaya
matahari, salinitas, kekeruhan, substrat dan pergerakan massa air (Anonim
2006).
Kondisi alam yang cocok untuk pertumbuhan karang diantaranya adalah pada
perairan yang bertemperatur antara 18 – 30oC, kedalaman air kurang
dari 50 meter, salinitas air laut 30 – 36 per mil (‰), laju sedimentasi relatif
rendah dengan perairan yang relatif jernih, pergerakan air/arus yang cukup,
perairan yang bebas dari pencemaran, dan substrat yang keras (Sukrama
2001).
Dalam kehidupannya karang hermatifik berasosiasi dengan zooxanthellae (simbiosis
mutualistik) yang menghasilkan bahan organik. Disamping itu karang juga memakan
plankton untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Londo 2006).
Polip karang bersimbiosis
dengan alga bersel tunggal (monocelluler), yang terdapat dalam jaringan
endoderm karang. Alga ini termasuk dalam dinoflagellata marga symbiodinium yang
mempunyai klorofil untuk proses fotosintesis. Alga ini dapat disebut sebagai zooxanthellae.
Zooxanthellae mendapatkan keuntungan karena mendapat tempat tinggal yang aman
di dalam tubuh polip karang keras. Sedangkan polip karang keras mendapatkan
keuntungan karena mendapatkan makanan dari hasil fotosintesis alga yaitu
oksigen dan energi (M’Boy 2014). Hasil metabolisme makanan dari karang
diambil zooxanthellae untuk proses fotosintesis dengan bantuan sinar matahari,
kemudian hasilnya dimanfaatkan polip karang. Dengan demikian keduanya
saling ketergantungan dan tidak dapat bertahan hidup tanpa ada salah satunya. Zooxanthellae
adalah salah satu penyusun karang yang paling penting. Tanpa peran
zooxanthellae terumbu karang tidak akan terbentuk karena polip karang keras
tidak akan dapat hidup tanpa zooxanthellae (Rifky 2008).
Di dalam jaringan hewan karang batu terdapat alga simbiotik (zooxanthellae)
yang hidup dan bekerja sama yang saling menguntungkan (mutualistik) dengan
hewan karang, dimana lewat proses fotosintesa alga tersebut - karang batu dapat
bertumbuh dan menghasilkan kapur (kalsium karbonat) untuk pembentukan terumbu.
Untuk melakukan fotosintesa zooxanthellae membutuhkan cahaya matahari, sehingga
ekosistem ini hanya dapat berkembang di daerah yang beriklim panas dan
mempunyai perairan yang jernih (Azhar 2003). Terumbu karang dapat
mentolerir suhu sekitar 36 - 40ºC (Nybakken 1992). Kemudian ditambahkan
oleh Randall (1983) yang mengemukakan bahwa suhu optimal untuk pertumbuhan
karang berkisar antara 23 – 30oC, dan di bawah 18ºC dapat menghambat
pertumbuhan karang bahkan dapat menyebabkan kematian.
Secara umum kualitas perairan yang baik merupakan faktor utama yang menyebabkan
pertumbuhan karang lebih bagus, yang dicirikan dengan tingkat turbiditas dan
sedimentasi yang lebih rendah. Meskipun tingkat kesuburan perairan tersebut
lebih tinggi namun hal tersebut tidak mempengaruhi pertumbuhan karang. Dimana
pertumbuhan turf alga dapat menghambat pertumbuhan karang, terutama karang yang
tidak bercabang (Johan 2001).
No comments:
Post a Comment