Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia
yang cukup potensial untuk dikembangkan adalah rumput laut atau dikenal dengan
sebutan ganggang laut, seaweed atau agar-agar.
Rumput laut yang merupakan komoditas ekspor, dipanen dari perairan pantai
yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia. Jenis rumput laut yang bernilai ekonomis
penting yaitu Eucheuma, Gelidium gelidiopsis, Gracilaria, dan Hypnea.
Dengan semakin luasnya pemanfaatan
hasil olahan rumput laut dalam berbagai industri, maka semakin meningkat pula
kebutuhan akan rumput laut sebagai bahan baku. Selain untuk kebutuhan ekspor, pangsa pasar
dalam negeri cukup penting karena selama ini industri pengolahan rumput laut
sering mengeluh kekurangan bahan baku.
Melihat
peluang tersebut, pengembangan rumput laut memiliki prospek yang cerah karena
memiliki nilai ekonomis yang penting dalam menunjang pembangunan perikanan baik
kaitannya dengan peningkatan ekspor non migas, penyediaan bahan baku industri dalam
negeri, peningkatan konsumsi dalam negeri maupun peningkatan pendapatan
petani/nelayan serta memperluas lapangan kerja.
Budidaya rumput laut di tambak
merupakan salah satu cara pemanfaatan lahan tambak untuk memenuhi permintaan
rumput laut utamanya jenis Gracilaria
sp. Budidaya rumput laut di tambak
memiliki keuntungan yang lebih banyak daripada budidaya rumput laut di laut,
antara lain tanaman terlindung dari ombak yang besar serta arus laut yang kuat
dan jauh dari serangan predator, serta memungkinkan lahan untuk dipupuk,
termasuk kemudahan dalam mengontrol kualitas air khususnya salinitas.
Selain
hal tersebut di atas, secara ekonomis budidaya rumput laut di tambak lebih
dapat meningkatkan pendapatan dan memberikan nilai tambah bagi masyarakat di
pesisir pantai karena masyarakat dirangsang untuk memanfaatkan lahan produktif
untuk kesejahteraan keluarga melalui kegiatan budidaya rumput laut.
Persyaratan
pemilihan Lokasi
Persyaratan lokasi yang baik untuk budidaya rumput laut adalah sebagai
berikut :
1. Area terlindung dari pengaruh pengrusakan secara
langsung dari ombak dan arus yang sangat kuat.
2.
Kedalaman pada surut terendah antara 30 - 60 cm.
3.
Dasar perairan cocok dengan type/metode budidaya yang
digunakan.
4.
Terdapat pergerakan air yang baik (www.fao.org).
Untuk
lahan budidaya rumput laut yang cocok terutama sangat ditentukan oleh kondisi
ekologis yang meliputi kondisi lingkungan fisik, kimia dan biologis. (www.iptek.net.id).
Menurut
Indriani dan Suminarsih (2004), bahwa persyaratan lokasi untuk budidaya rumput
laut jenis Gracilaria sp. adalah
sebagai berikut :
Untuk lokasi budidaya di tambak, dipilih tambak
yang dasar perairannya lumpur berpasir.
Agar salinitas airnya cocok untuk pertumbuhan Gracilaria, sebaiknya lokasi berjarak 1
km dari pantai.
Kedalaman air tambak antara 60 – 80 cm.
Lokasi tambak harus dekat dengan sumber air
tawar dan air laut.
Derajat keasaman (pH) air tambak optimum antara
8,2 – 8,7.
Hal tersebut didukung pula oleh Aslan (1998) yang menyatakan bahwa persyaratan
lahan budidaya rumput laut jenis Gracilaria
adalah sebagai berikut :
Arus di dalam tambak tidak terlalu besar
sehingga rumput laut tidak terkumpul pada suatu tempat tertentu.
Areal pertambakan sebaiknya melandai berkisar antara
5 – 10o untuk memudahkan dalam penggalian dasar tambak.
Pasang
surut berkisar antara 1,5 – 2,5 m.
Tersedianya
sumber air tawar untuk menurunkan salinitas air tambak jika salinitasnya
terlalu besar.
Salinitas
air berkisar antara 12 – 30 permil dengan kadar ideal adalah 15 – 25 permil;
suhu berkisar antara 18 – 30oC dengan suhu optimum 20 – 25oC;
pH berkisar antara 6 – 9 dengan kisaran optimum 6,8 – 8,2; oksigen terlarut
antara 3 – 8 ppm.
Air
dalam tambak tidak mengandung lumpur atau tidak membawa lumpur dan
kejernihannya cukup memungkinkan tanaman untuk menerima sinar matahari.
Dekat
dengan rumah penduduk, hal ini untuk memudahkan dalam pengawasan maupun untuk
memperoleh tenaga kerja.
Dekat
dengan jalan raya, hal ini untuk memudahkan pengangkutan baik selama masa
persiapan, penanaman, maupun pemanenan sekaligus memudahkan dalam pemasaran
hasil produksi dari lokasi ke tempat penjualan.
Jauh
dari kawasan industri, hal untuk menghindari pencemaran khususnya pencemaran
air dan tanah.
Sistem Distribusi Air
Sistem distribusi air di
tambak sangat diperlukan untuk memelihara dan mempertahankan kualitas air,
khususnya melalui pergantian air yang teratur dan berulang-ulang.
Air dari saluran utama
masuk ke areal pertambakan melalui pintu air utama. Sedangkan untuk areal
pertambakan yang terletak jauh dari saluran air utama, air yang masuk diperoleh
dari tambak yang lain melalui pintu air petakan. Sedangkan air yang
masuk (inlet) sangat tergantung pada
jenis atau bentuk tambak dengan memperhitungkan pula pintu air. Kedalaman air yang baik antara 40 – 80
cm. Untuk memperoleh intensitas cahaya
yang baik, kedalaman yang optimum dibutuhkan adalah 0,5 meter (Aslan, 1998).
Konstruksi Tambak
Bentuk
pematang tambak biasanya berbentuk persegi panjang.
Setiap unit dipisahkan oleh sejumlah pematang. Pada setiap pematang tambak terdapat gundukan
tanah yang memanjang dan membentuk sekat-sekat dengan ukuran lebar sekitar 2
meter dan jarak antar gundukan selebar 5 meter, yang berfungsi mencegah
mengumpulnya rumput laut pada satu bagian tambak, dan memudahkan pekerja
melakukan penebaran bibit rumput laut.
Keadaan
dasar tambak sebaiknya adalah tanah berlumpur dan sedikit berpasir karena tidak
mudah menyerap air dan kaya akan bahan organik (zat hara) sehingga mempercepat
pertumbuhan tanaman.
Untuk
melengkapi konstruksi, tambak harus dilengkapi dengan pintu masuk dan pintu pengeluaran
air yang berfungsi dalam sirkulasi air, serta saluran air/drainase.
1. Metode Budidaya
Pada prinsipnya metode budidaya yang
digunakan dalam budidaya rumput laut jenis Gracilaria
menggunakan ”Metode Tebar”. Dimana,
metode ini dilakukan pada budidaya rumput laut jenis Gracilaria yang dilakukan di tambak. Bila dasar tambak cukup keras, bibit dapat
ditancapkan seperti penanaman padi.
Penebaran bibit sebaiknya dilakukan pada pagi hari, dan pada cuaca teduh,
dengan padat penebaran antara 80 – 100 gr/m2 atau 800 – 1000 kg/ha (Indriani
dan Suminarsih, 2004).
2. Tata Letak Sarana Budidaya
Sarana budidaya rumput laut
sebaiknya diletakkan pada daerah yang memenuhi syarat-syarat ekologis yang
mendukung untuk pertumbuhan rumput laut yang dibudidayakan. Selain itu, penempatan rakit sebaiknya tidak
diletakkan pada daerah yang merupakan jalur pelayaran (www.fao.org).
3. Pengelolaan Budidaya
a. Pengadaan dan Pengangkutan
bibit
Pengadaan
bibit dapat dilakukan dengan memanfaatkan sifat-sifat reproduksi vegetatif dan
generatif. Untuk sifat “vegetatif”, diambil bagian ujung rumput
laut dan dipotong sepanjang 10 – 20 cm.
Dipilih bagian ujung tanaman karena bagian ini terdiri dari sel dan
jaringan muda sehingga akan memberikan pertumbuhan yang optimal. Sedangkan untuk sifat “generatif”, yaitu dengan memanfaatkan sifat reproduksi generatif
tanaman. Mula-mula dipilih tanaman yang
sehat dan segar. Tempatkan tanaman ini
dalam bak yang berisi air laut dan kulit kerang, balik semen, jaring atau benda
padat lain yang dapat berfungsi sebagai susbtrat. Dari tanaman ini akan keluar spora yang selanjutnya menempel pada substrat. Setelah spora menjadi tanaman kecil, maka
substrat harus dipindahkan ke lokasi bududaya (Indriani dan Suminarsih, 2004).
Dalam
pengangkutan, harus diperhatikan agar bibit tidak terkena sinar matahari secara
langsung, selalu basah, tidak terkena air tawar atau minyak bahan bakar dan
terhindar dari sumber panas. Bila
pengangkutan dilakukan dengan perahu atau sampan, bibit tanaman cukup ditaruh
di dasar perahu dan ditutup agar tidak terkena sinar matahari. Bila diperlukan pengangkutan dengan kendaraan
darat maka bibit dapat dimasukkan ke dalam kotak karton dengan lapisan plastik
agar airnya tidak merembes keluar. Diperlukan
lapisan kapas yang dibasahi dengan air laut agar tanaman tetap basah. Dalam keadaan demikian bibit tanaman dapat
tahan sampai 2 x 24 jam (www.fao.org).
b. Penanaman bibit dan Padat
Penebaran
Penanaman
rumput laut berarti suatu kegiatan dimasukkannya bibit rumput laut ke dalam air
lokasi budidaya. Penanaman dilakukan
pada saat bibit masih segar (Indriani dan Suminarsih, 2004). Bibit yang ditebar adalah bagian thallus yang masih muda, yang diperoleh
dengan jalan membuang bagian-bagian pangkalnya.
Sedangkan bagian ujungnya ditebar ke dalam tambak, karena bibit yang
berasal dari bagian ujung lebih baik dibandingkan yang berasal dari bagian
pangkal (Aslan, 1998).
Padat
penebaran untuk 1 hektar berkisar antara 2 – 3 ton. Penebaran harus dilakukan pada keadaan teduh
(bukan mendung), sekitar pagi atau sore hari menjelang malam (sekitar pukul
06.00 pagi atau pukul 17.00 – 18.00 sore) (aslan, 1998).
c. Pemeliharaan
Dalam
kegiatan budidaya rumput laut, perawatan tanaman sangatlah penting. Kegiatan perawatan meliputi beberapa hal
seperti membersihkan tanaman dari kotoran yang melekat, endapan atau tumbuhan
lain yang menempel; mengganti tanaman yang rusak dengan tanaman yang baru atau
tanaman yang pertumbuhannya baik (www.iptek.net.id).
Hal
tersebut sesuai dengan pernytaan Indriani dan Suminarsih (2004), bahwa
pemeliharaan dilakukan dengan membersihkan tanaman dari kotoran atau debu air
yang melekat pada tanaman; memasang jaring di sekeliling lokasi budidaya untuk
menghindari ikan dan penyu; malakukan pengontrolan pada saat 15 hari setelah
penebaran bibit dengan perataan kembali letak rumput laut, pemberian zat
pengatur tumbuh, menyingkirkan lumut dan perawatan pintu-pintu saluran air
4. Perawatan wadah budidaya dan Pengontrolan Kualitas Air
Dalam usaha budidaya rumput
laut, perawatan instalasi bangunan budidaya dan penanaman memerlukan memerlukan
banyak tenaga kerja. Kegiatan pemeliharaan akan mudah dikerjakan apabila
dilakukan secara teratur setiap hari.
Pekerjaan pemeliharaan terdiri dari membersihkan tanaman dari tumbuhan
penempel atau benda-benda lainnya.
Apabila kegiatan ini dilakukan setiap hari maka kerusakan-kerusakan
berat dapat dihindari sehingga kerugian yang lebih besarpun tidak akan terjadi
(www.fao.org).
Selain itu, hal-hal yang harus
dilakukan selama masa pemeliharaan adalah sebagai berikut :
-
Pengawasan terhadap air di tambak, khususnya terhadap ketinggian air,
suhu dan salinitas.
-
Mengusahakan
kedalaman tanaman dari permukaan air sekitar 30 – 50 cm pada musim hujan, dan
40 – 80 cm pada musim kering.
-
Pada
musim kemarau pergantian air harus sering dilakukan untuk menghindari
terjadinya peningkatan salinitas yang terlalu tinggi akibat penguapan.
-
Melakukan pengambilan sampel/contoh tanaman setiap
minggunya untuk memeriksa apakah tanaman terserang penyakit, serta untuk
mengetahui laju pertumbuhan rumput laut tersebut.
5. Panen dan Pasca Panen
Rumput laut sudah dapat dipanen
dengan cara total (full harvest)
setelah berumur 45 – 60 hari sejak tanam (www.iptek.net.id). Sedangkan menurut Indriani dan Suminarsih
(2004), menyatakan bahwa rumput laut dapat dipanen setelah mencapai umur 6 – 8
minggu setelah tanam dengan berat ikatan sekitar 600 gram. Cara memanennya adalah dengan cara rumpun
tanaman diangkat dan disisakan sedikit untuk dikembangbiakkan lebih
lanjut. Panen pertama dapat dilakukan
pada umur 2 – 2,5 bulan sesudah penanaman.
Pengeringan rumput laut dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara menggunakan alat pengering (oven)
atau secara alami dengan sinar matahari selama
2 – 3 hari, tergantung kondisi panas matahari. Dalam penjemuran ini harus menggunakan alas
seperti para-para, terpal plastik, dan lain-lain untuk menghindari kontaminasi
tercampurnya rumput laut hasil panen dengan kotoran seperti pasir, kerikil dan
lain-lain. Setelah kering dan bersih
dari segala macam kotoran, maka rumput laut dimasukkan ke dalam karung plastik
untuk kemudian siap dijual atau disimpan di gudang. Pada waktu penyimpanan hindari kontaminasi
dengan minyak atau air tawar. Proses
penjemuran dan penyimpanan ini sangat perlu mendapat perhatian, karena meskipun
hasil panennya baik akan tetapi bila penanganan pasca panennya kurang baik maka
akan mengurangi kualitas rumput laut (www.iptek.net.id).
6. Hama dan Penyakit
Dalam budidaya rumput laut,
jenis penyakit yang sering menyerang adalah penyakit putih-putih atau lebih
dikenal dengan nama “ice-ice” (www.fao.org). Hal ini sependapat dengan apa yang dikemukan
oleh Latif (komunikasi peribadi), bahwa penyakit yang biasa menyerang rumput
laut yang dibudidayakan adalah penyakit “putih-putih”. Pencegahan dari penyakit ini yaitu dengan
memotong bagian rumput laut yang terserang oleh penyakit tersebut agar tidak
menyebar.
Selain penyakit, terdapat juga
beberapa predator dalam budidaya rumput laut yang berasal dari jenis ikan-ikan
herbivora, penyu (www.fao.org). Penaggulangannya yaitu dengan memasang jaring
di sekeliling lokasi budidaya (Indriani dan Suminarsih, 2004).
Gangguan lain yang dirasakan
dalam budidaya rumput laut adalah ikut menempelnya tumbuhan-tumbuhan laut
lainnya pada rumput laut yang dibudidayakan.
Untuk mengatasinya, para petani rumput laut secara berkala setiap 3 – 7 hari sekali mengadakan pembersihan
terhadap tumbuhan laut pengganggu (Indriani dan Suminarsih, 2004).
7. Pola Pengembangan
Sebelum memulai suatu usaha
budidaya rumput laut sudah barang tentu harus ditetapkan dulu jenis apa yang
akan dibudidayakan dan apakah sudah ada metode yang secara teknis dan ekonomis
dapat digunakan untuk jenis rumput laut tersebut. Selanjutnya hal-hal yang harus diperhatikan
adalah areal yang memenuhi syarat-syarat budidaya, tersedianya material
budidaya secara mudah dan murah, dan ada bibit untuk penanaman (www.fao.org).
Pengembangan budidaya rumput laut yang umum dilakukan di masyarakat saat
ini yaitu dengan menggunakan beberapa metode yaitu metode dasar, metode rakit,
metode lepas dasar, metode tali gantung serta
metode tebar (Indriani dan Suminarsih, 2004).
8. Kendala dan Prospek Pengembangan
Dalam kegiatan budidaya rumput
laut, permasalahan yang dihadapi oleh petani yaitu belum ditemukannya cara
untuk menanggulangi penyakit “putih-putih” yang biasa menyerang rumput laut
yang dibudidayakan (Latif, komunikasi peribadi). Selain itu harga material yang
tinggi menyebabkan petani rumput laut meminjam modal kepada para tengkulak
dengan perjanjian bahwa rumput laut hasil produksi para petani tersebut harus
dijual kepada tengkulak menyebabkan harga rumput laut mejadi rendah sehingga
dapat menyebabkan kerugian kepada para petani rumput laut (www.fao.org).
Selain itu pada suatu daerah tertentu, musim juga sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan rumput laut yang dibudidayakan (www.kompas.com).
Dengan semakin luasnya
pemanfaatan hasil olahan rumput laut dalam berbagai industri, maka semakin
meningkat pula kebutuhan akan rumput laut sebagai bahan baku. Selain untuk kebutuhan industri,
rumput laut juga memiliki nilai ekonomis yang penting dalam menunjang
pembangunan perikanan baik kaitannya dengan peningkatan ekspor non migas,
penyediaan bahan baku industri dalam negeri, peningkatan konsumsi dalam negeri
maupun peningkatan pendapatan petani/nelayan serta memperluas lapangan kerja (www.iptek.net.id). Hal inilah yang dapat dijadikan sebagai dasar
untuk pengembangan kegiatan budidaya rumput laut kedepannya.
No comments:
Post a Comment